Podcast Jaringan Etnografi Terbuka adalah sebuah ruang diskusi dan belajar tentang etnografi, dan penjelajahan etnografi sebagai pendekatan yang terbuka dan kolaboratif.
00:00:08 Tito Ambyo
Halo dan selamat datang di podcast Jaringan Etnografi Terbuka sebuah ruang diskusi dan belajar
tentang etnografi dan penjelajahan etnografi sebagai pendekatan yang terbuka dan kolaboratif.
Saya Tito Ambyo dari RMIT University di Narm, Melbourne, Australia dan bersama kita akan menyelami
berbagai aspek etnografi. Ini adalah episode kedua dari percakapan kami dengan Benjamin
Hagerty antropolog yang saat ini bekerja di bidang kesehatan masyarakat di Kirby Institute
di UNSW Sydney dan juga di School of Anthropology dan Museum Ethnography di University of Oxford.
Di episode sebelumnya kita telah membahas pertanyaan yang sangat mendasar Apa itu etnografi?
Kalau belum mendengarkan bisa dicari episode pertama Jaringan Etnografi Terbuka. Di episode
tersebut Ben menjelaskan bagaimana etnografi bukan hanya metode pengumpulan data tapi juga
cara menulis dan mengekspresikan pemahaman tentang budaya dan pengalaman manusia. Hari
ini kita akan mendalami konsep yang menjadi inti dari podcast ini. Etnografi
00:01:15 Tito Ambyo
Terbuka Apa sebenarnya yang dimaksud dengan terbuka dalam konteks etnografi? Bagaimana
kita bisa membuat etnografi yang lebih inklusif dan kolaboratif dan apa perbedaannya antara
etnografi yang tradisional dengan etnografi yang terbuka? Ben akan berbagi pengalaman pribadinya
bekerja dengan komunitas transpuan di Indonesia dan bagaimana hal itu membentuk pemahamannya
tentang apa kewajiban seorang peneliti untuk lebih terbuka dan lebih banyak berbagi pengetahuan.
Seperti yang akan kita dengar, etnografi terbuka itu bukan hanya terbuka secara metodologi
tapi juga terbuka untuk kritik dan perubahan. Dan bukan hanya terbuka dengan komunitas peneliti
lainnya tapi juga terbuka inklusif dan kolaboratif dengan komunitas yang diteliti. Mari
kita lanjutkan percakapan ini dan temukan bersama bagaimana etnografi bisa menjadi lebih
bermakna bagi semua pihak yang terlibat. Dan podcast ini direkam setelah pemilu 2024 jadi
kita akan ngobrol tentang pemilu termasuk waktu Ben melihat poster -poster pemilu
00:02:25 Tito Ambyo
yang dibikin dengan AI dan juga bagaimana gemoy bisa menjadi sebuah fenomena politik. Dan
kita juga akan bahas bagaimana caranya atau bisa nggak sih sebenarnya kita melakukan penelitian
etnografi tentang budaya pop seperti Taylor Swift atau misalnya film Barbie. Dan rasanya
saya harus minta maaf karena di diskusi ini kita loncat -loncat antara menggunakan gue, lu,
kamu, saya dan mungkin beginilah kalau dua orang ngobrol satu orang Indonesia yang udah lama
nggak di Indonesia satu orang Australia yang udah lama nggak ditinggal di Australia ngobrol
dalam bahasa Indonesia. Mungkin kalau ada yang tertarik membuat penelitian tentang linguistik
dan bagaimana orang -orang diaspora berbicara dengan berantakan kami tertarik untuk diteliti
oleh Anda juga. Selamat mendengarkan.
00:03:20 Tito Ambyo
Kalau misalnya kita bicara sejarah antropologi di Indonesia itu kan tempat yang banyak digunakan
sebagai laboratorium untuk etnografi, untuk antropologi bicara Margaret Mead, Clifford
Geertz misalnya. Dan seperti tadi kamu bilang banyak juga yang kemudian sekarang kalau melihat
sejarah antropologi di Indonesia itu ada ketidakseimbangan antara kekuatan Clifford Geertz
dan Margaret Mead bahkan misalnya artikel Amrina Roshada yang menulis tentang asistennya,
Who Made Mead yang sangat mintar juga itu titelnya. Karena peneliti asistennya namanya Made
yang juga sangat membantu Margaret Mead tapi tidak pernah disebut sampai Amrina kemudian
menulis artikel tentang dia gitu ya. Jadi sekarang kita membuat podcast ini untuk berbicara
tentang etnografi terbuka dan kita kebetulan juga menggunakan Indonesia untuk berbicara
tentang etnografi terbuka. Bisa bicara nggak? Etnografi terbuka itu apa sih?
00:04:24 Benjamin Hegarty
Ya, sebenarnya kalau etnografi terbuka itu berangkat dari beberapa sesi nongkrong
00:04:35 Benjamin Hegarty
antara saya dan Anissa, Anissa Betta teman -teman saya dan kawan saya dari University of Melbourne.
Anissa kawan -kawan semua orang ya. Banyak teman ya. Apalagi di Melbourne ya. Jadi kita berbicara
tentang banyak hal ya. Jadi ada sedikit frustrasi dengan bentuk etnografi yang sepertinya
tidak dilihat sebagai data yang bisa dipakai atau cara menulis yang bisa dilakukan oleh banyak
orang. Jadi hanya sedikit orang yang sebenarnya di bidang ilmu antropologi atau bidang ilmu
mungkin yang lain juga, sosiologi paling. Jadi suara -suara yang ada di etnografi itu sangat
sedikit. Jadi mungkin kita mulai dari situ dan berdiskusi tentang bagaimana kita bisa membuka
ruangan atau bikin ruangan supaya semakin banyak orang bisa melihat apa itu etnografi. Jadi
kita membuka etnografi. Jadi tidak hanya orang -orang di universitas saja atau di kampus saja.
Tapi sebenarnya banyak orang yang punya, yang tertarik dengan apa itu etnografi bisa menggunakan
atau belajar tentang etnografi. Karena mungkin salah satu
00:06:08 Benjamin Hegarty
terkait dengan bentuk kolaborasi atau bentuk kerjasama yang sangat...
00:06:18 Benjamin Hegarty
Jadi seperti tadi, saya bilang kalau saya sekarang kerja di bidang global health. Jadi kira
-kira sama dengan kesehatan masyarakat. Kalau biasanya definisi dipakai adalah global health
adalah kesehatan masyarakat dilakukan di luar negeri. Jadi ada sejarah kolonial. Kesehatan
masyarakat dilakukan di sini, kesehatan global dilakukan di sana.
00:06:44 Benjamin Hegarty
Jadi sebenarnya banyak pikiran -pikiran yang pas dengan atau sangat cocok dengan diskusi
atau teori di antropologi dibilang global health juga. Terkait dengan dikolonisasi dan lain
-lain. Jadi sebenarnya itu jelas debat -debat yang ada di etnografi tidak hanya di etnografi
tapi di banyak bidang ilmu. Sebenarnya tidak jauh berbeda. Tapi kalau kembali lagi ke bentuk
kolaborasi. Kalau saya biasanya sampai sekarang kebanyakan penelitian saya dengan komunitas
-komunitas transgender di Indonesia. Atau biasanya kalau waktu saya melakukan penelitian
kosa -kata yang ada adalah waria. Juga saya ada beberapa bentuk kerjasama dengan komunitas
trans puan. Dan komunitas trans yang lain. Tapi kalau saya melihat bentuk bagaimana teman
-teman saya dari komunitas trans di Indonesia ada hubungan dengan penelitian. Sebenarnya
sangat kurang baik menurut saya. Mungkin dari segi etis penelitian atau mungkin dari pertanyaan
-pertanyaan yang mereka ditanya atau bentuk cara yang mereka direkrut sebagai salah satu
00:08:12 Benjamin Hegarty
subyek untuk penelitian. Itu tidak hanya oleh orang -orang asing. Tapi orang -orang Indonesia
juga tentu saja. Sebenarnya kebanyakan orang Indonesia. Karena orang asing yang melakukan
penelitian seperti ini tidak begitu banyak. Jadi, atas diskusi... Dan sebenarnya saya tidak
mau bilang semua penelitian itu jelek atau seharusnya tidak dilakukan. Ya, kenapa tidak sih
sebenarnya. Dan itu opini teman -teman di komunitas aku juga sih. Tapi ada juga yang menurut
saya ada sesuatu yang mungkin bisa memperbaiki. Dan itu adalah bagaimana bisa kembali ke inti
dari etnografi itu mulai dari kemauan orang -orang tersendiri. Jadi pertanyaan -pertanyaan,
kepentingan -kepentingan, jalan penelitian. Kenapa tidak membuka dan tanya kepada orang
-orang dan laporkan kepada teman -teman yang jadi subyek dari penelitian. Saya sudah ada temuan
seperti ini. Gimana menurut kamu? Dan itu sebenarnya pertanyaannya yang sangat sederhana.
Tapi jarang sekali.
00:09:27 Tito Ambyo
Jarang sekali kesendirian seperti itu. Jadi kalau tradisional mungkin setelah kita melakukan
etnografi, kemudian kita ke konferensi di luar negeri, kemudian presentasi gitu kan ya. Atau
kemudian menulis buku.
00:09:43 Benjamin Hegarty
Dapat banyak uang. Tidak sih.
00:09:45 Tito Ambyo
Harus bayar. Dapat sedikit uang. Tidak dapat uang. Kemudian itu yakin misalnya dapat penghargaan
apalah dari menulis buku ini. Tapi kemudian kita bisa, kemudian saya bosan nih saya nulis yang
berikutnya nih. Kayak proyek yang berikutnya. Sedangkan yang komunitas sudah kita tulis
ini kayak terlupakan gitu ya. Ya betul. Sedangkan mungkin kalau etnografi terbuka, terbukanya
itu juga adalah terbuka untuk kritik juga gitu ya. Jadi setelah kita menulis bukan cuma presentasi
di konferensi, tapi presentasi ke mereka lagi gitu ya.
00:10:22 Benjamin Hegarty
Ya betul. Betul. Betul. Presentasi kepada mereka lagi, jadi itu selalu saya melakukan. Saya
tidak, apa ya, metode, cara melakukan penelitian, saya tidak dibentuk dengan sempurna sebelumnya.
Jadi saya harus banyak belajar, dan saya harus banyak salah untuk melakukan penelitian seperti
apa ya, yang saya sedang melakukan. Yang paling pas dengan etika saya, dengan bagaimana saya
mau melakukan penelitian. Dan kolaborasi yang sebenarnya apa ya, berarti untuk saya, dan
orang -orang di sekitar saya. Jadi, tapi kalau saya melihat sekarang, ya harus seperti itu.
Harus seperti itu. Kenapa harus seperti itu? Mungkin salah satunya adalah, kita punya kewajiban
kepada subyek -subyek penelitian yang sangat penting, yang sangat apa ya, sangat sesuatu
yang apa ya, berharga.
00:11:28 Tito Ambyo
Apa ya, bahwa berharga berharga ya, tapi mungkin karena mereka juga sudah memberi waktu, memberi
pengetahuan, kepercayaan.
00:11:38 Benjamin Hegarty
Ya, kepercayaan. Jadi, kalau kita melihat dari situ, kita punya kewajiban untuk, menurut
saya ya, dan mungkin itu lebih kepada etis penelitian, punya kewajiban untuk melaporkan apa
ya, temuan seperti apa, apa lagi kalau kita melakukan penelitian, yang kita tahu di komunitas
yang bisa bilang marginal, atau minoritas. Karena sebenarnya jelas, kalau teman -teman yang
dulu saya bekerja, jadi bisa bilang subyek untuk penelitian saya di Indonesia, mereka sebenarnya
marginal. Dimarginalkan oleh berbagai bentuk. Tapi saya merasa punya kewajiban untuk melaporkan
apa ya, temuan saya seperti apa. Paling untuk, mungkin dari proyek saya sebelumnya, lebih
kepada sejarah. Sejarah dan pengalaman di ruangan kota. Orang -orang trans. Dan kalau proyek
itu, saya sudah melaporkan di beberapa forum gitu, forum ilmiah. Tentu saja saya publikasi
buku, di konferensi. Saya juga di Indonesia melakukan beberapa acara. Dan saya juga ketemu
dan nongkrong sama teman -teman saya. Bisa bilang teman sekarang ya. Orang -orang
00:13:07 Benjamin Hegarty
yang sebenarnya masuk dalam penelitian itu. Dan itu sebenarnya sesuatu yang seru sekali bagi
saya juga. Walaupun itu bertahun -tahun, itu lebih dari 10 tahun sekarang. Saya sudah kenal
dengan mereka. Dan menurut saya itu juga sesuatu yang sangat penting. Kalau bisa, tidak semua
orang bisa saya tahu, bertahun -tahun gitu, balik ke satu tempat, ketemu dengan teman. Saya
tipe orang seperti itu sih sebenarnya. Saya suka, kalau saya tahu dengan, kenal dengan orang,
saya suka bertahun -tahun kenal gitu. Sebenarnya biasanya seperti itu. Dan keuntungannya
saya sebenarnya tetap bisa kontak dengan mereka. Dan saya peduli dengan kehidupan mereka.
00:13:54 Tito Ambyo
Dan mungkin kalau bicara tentang konteks di Indonesia ya, kan S1 harus menulis skripsi gitu
ya. Sedangkan kalau di Australia misalnya, kita tahu S1 tidak usah menulis skripsi, karena
itu opsional gitu ya. Dan kalau saya baca tulisannya Zara ya, tentang pengalaman dia sebagai
transpuan, banyak kan masih S1 yang menulis skripsi. Tapi kan mereka juga masih sangat baru
ya, masih sangat muda. Jadi mungkin tidak banyak berpikir tentang etika penelitian. Jadi
mereka menulis skripsi kemudian. Tapi menulis skripsinya juga sekadar untuk menulis skripsi
saja gitu ya. Bukan untuk tergabung dengan komunitas. Jadi mungkin di Indonesia juga, ini
buat yang dengerin ya, ada kompleksitas itu juga gitu ya. Bahwa kalau kamu mau lulus S1 harus
menulis skripsi. Dan itu kan sebenarnya itu pengalaman pertama kamu penelitian ya. Jadi ketika
kamu menulis tentang kaum marginal, ya kemungkinan besar akan melakukan kesalahan -kesalahan
juga ya. Jadi mungkin yang saya mau tanya itu, gimana sih kalau kita ngerasa, aduh
00:15:04 Tito Ambyo
saya bikin salah nih, kan itu susah juga ya mengalami, menerima bahwa, oh ternyata saya salah
nih setelah penelitian skripsi. Bahkan mungkin yang sudah menulis skripsinya sudah selesai,
sekarang lagi dengerin podcast, terus bilang, oh ternyata saya itu nggak etis gitu, dengan
dulu berhubungan dengan komunitas transpuan di Jakarta misalnya. Itu gimana cara menanggulangi
rasa bersalah itu Ben?
00:15:35 Benjamin Hegarty
Ya sering ada sih sebenarnya. Yang penting ya refleksi, mungkin kalau seperti itu, mungkin
refleksi diri atau refleksi kepada apa yang dibuat dari, dan apa ya, semua orang tahu ada batasan
-batasan. Jadi tentu saja ada namanya S1 di Indonesia yang harus ngerjain skripsi, harus melakukan
skripsi. Tapi kenapa tidak skripsinya dilakukan atau dimulai dari pengalaman diri sendiri,
atau mungkin bisa bilang, bisa dilakukan sebagai bentuk kolaborasi, antara mahasiswa dan
komunitas tertentu. Dan itu tidak harus sesuatu yang besar sekali, tapi bisa kecil. Atau hal
yang kecil. Mungkin paling tidak kalau mendengarkan podcast ini, membaca artikel Zara di
isu Inside Indonesia.
00:16:40 Tito Ambyo
Ya nanti kita beri link ya.
00:16:42 Benjamin Hegarty
Karena saya suka sekali dengan tulisan itu, sangat keren. Dan mungkin pertama kali saya pernah
melihat, sangat apa ya, teman dari komunitas trans di Indonesia, menulis dengan cara terbuka
itu. Sebenarnya itu jadi sangat seru menurut saya.
00:17:06 Tito Ambyo
Dan mungkin itu ya, maksudnya saya juga harus mengaku nih, baca tulisan Zara itu merasa bersalah
juga. Aduh, apa ya, saya juga pernah bikin kesalahan -kesalahan seperti ini. Apalagi sebagai
wartawan, kan itu sama saja. Oh, saya ingin menulis tentang Transpuan, terus saya bawa wancara,
ceritanya selesai, artikel selesai, sudah saja. Saya tidak kembali ke mereka, tidak berkomunikasi
lagi sama mereka. Jadi ya sangat bagus memang. Mungkin etnografi terbuka itu juga adalah terbuka
untuk kritik gitu ya. Betul, betul.
00:17:39 Benjamin Hegarty
Ya itu bagus sekali. Terbuka untuk kritik. Karena menurut saya, solusi untuk masalah -masalah
seperti ini, solusinya tidak jadi, tidak boleh melakukan penelitian seperti ini. Jadi itu
mungkin bisa jadi salah satu opsi ya. Memilih untuk tidak melanjutkan dengan penelitian.
Tidak hanya, apa ya, hanya bisa belajar pengalaman diri sendiri. Menurut saya itu tidak cukup.
Karena, kenapa? Ya karena kita sebenarnya hidup di dalam masyarakat yang sangat beragam dan
harus ketemu dengan perbedaan yang orang -orang, pengalaman yang berbeda dengan kita. Jadi
menurut saya sangat, tetap melakukan, kalau salah ya salah, tapi menerima. Terbuka untuk
mendengarkan dari komunitas, dari subyek, dari banyak, apa ya, mungkin banyak penonton.
00:18:39 Tito Ambyo
Ya, bukan hanya takut dikritik sama antropolog terkenal dari Amerika Serikat, tapi juga takut,
atau terbuka untuk kritik dari masyarakat juga gitu ya. Ya. Dan jadi etnografi terbuka itu
terbuka untuk kritik, terbuka untuk kolaborasi, terbuka untuk berubah, kan seperti misalnya
ini semua nanti artikel kita link di website, tapi ada tulisannya dari Purple Code Collective
misalnya, yang kemudian dari rencana mereka melakukan etnografi seperti apa, tapi kemudian
setelah melakukan etnografi, rencana berubah gitu ya. Dan terbuka untuk perubahan juga,
dan kemudian ini menjadi masalah dengan etika. Kan misalnya kalau etika di universitas, itu
kan kita udah janji nih ke universitas, ini penelitiannya seperti ini. Tapi kemudian kalau
etnografi terbuka, itu berarti kita juga harus terbuka untuk, oh ternyata gue harus berubah
nih ternyata. Dan salah satu tantangannya itu kan, kita harus kemudian mungkin bilang ke yang
mendanai kita, atau yang bahwa ini sudah berubah. Jadi etnografi terbuka itu mungkin
00:19:45 Tito Ambyo
memang tantangan yang sulit juga ya, tapi diperlukan sepertinya.
00:19:49 Benjamin Hegarty
Ya, diperlukan. Diperlukan untuk mungkin keadilan dalam produksi ilmu, mungkin untuk memperjuangkan
untuk keadilan secara umum, harus seperti itu.
00:20:01 Tito Ambyo
Dan ini mungkin kita biar jelas banget nih, etnografi dan etnografi terbuka. Kita bicara praktiknya
nih ya, kita akan bicara dua topik nih. Satu serius, satu mungkin bisa dikatakan nggak terlalu
serius. Misalnya pemilu nih, kan kita baru pemilu, lu juga baru pulang dari Jakarta, akan melihat
pemilu. Terus kalau kita lihat di sosial media itu, kayaknya pendukung 1, 2, 3 itu ada semacam
gimana ya, ada kayak perasaannya kok Indonesia terpecah -pecah gitu ya. Kayak komunikasi
antara pemilih paslon 1 dan paslon 2, itu seperti berantem terus. Bisa nggak kita menggunakan
etnografi, misalnya kita menggunakan etnografi secara tradisional, apa yang bisa kita lakukan
nih? Misalnya gue pengen tahu nih, kenapa sih Indonesia kok seperti terasa terpecah -pecah
gitu? Kan kita bisa melihat di sosial media, kemudian bisa jadi kuantitatif gitu kan, melihat
oh ternyata di Twitter itu, yang ada komunitas yang bicara tentang 2, bicara tentang 1, itu
jadi data yang menarik gitu ya. Tapi kalau kita mau menggunakan
00:21:03 Tito Ambyo
etnografi, seperti apa yang kita bisa lakukan nih? Kalau pertanyaannya adalah, gue pengen
tahu nih, Indonesia benarkah terpecah -pecah?
00:21:12 Benjamin Hegarty
Karena fenomena itu di media, di media sosial, apalagi kalau bilang apa ya, fenomena terpecah
-pecah, sebenarnya kita harus mengikuti, apa ya, di mana fenomena itu ada. Jadi seperti tadi
saya bilang, etnografi itu tidak hanya di satu tempat, atau di satu budaya, tapi bisa salah
satu fenomena. Jadi sebenarnya bisa belajar si fenomena,
00:21:43 Benjamin Hegarty
bagaimana politik ekonomi di media sosial, cenderung terpecah -pecah, dengan cara seperti
itu. Tapi Gitu gimana menurutmu?
00:21:56 Tito Ambyo
Ya mungkin menarik sih, karena kalau gue lihat sih, yang kayak tadi, kata kamu itu ya Ben, kita
bisa menggunakan data dari, seorang peneliti kuantitatif, yang mungkin dia bisa lihat, oh
ternyata yang paling banyak berantem, satu dan dua itu, misalnya kalau lihat di Twitter, itu
di Jakarta Utara gitu misalnya. Ini tentunya bukan data beneran ya, gue cuma mikir aja gitu.
Dan kemudian dari situ kan, kemudian kita mungkin bisa melihat, oh kalau gitu, gue sebagai
etnografer, pengen tahu nih, gue ke Jakarta Utara, terus cari siapa sih pendukung -pendukungnya,
yang satu sama dua. Kemudian mungkin kita temukan, misalnya, oh ternyata komunitas, komunitas
ojek online misalnya, driver ojol gitu, ternyata mereka banyak yang mendukung paslon tertentu
gitu. Nah itu kemudian bisa jadi penelitian etnografi kan. Jadi mungkin, kalau gue lihat sih,
dari, kalau ngomong -ngomong sama orang -orang di Indonesia, itu kayaknya banyak yang pesimis
gitu kan, karena setiap kita ke Twitter misalnya, atau misalnya kita
00:23:04 Tito Ambyo
ke TikTok, itu kayaknya kok berantem terus gitu, sama satu orang. Tapi mungkin kita bisa lihat,
ada nggak sih komunitas, yang dimana, pemilih paslon, atau bahkan kita perkecil lagi gitu
ya, cari keluarga gitu, satu keluarga, yang mungkin, pendukung satu dan pendukung dua, itu
di satu keluarga. Kemudian kita cari keluarga yang lainnya lagi, dan kemudian itu bisa dicerita
gitu kan. Bagaimana, bagaimana etnografi bisa, memberi kita wawasan, oh ternyata, ada tuh
komunitas -komunitas, yang bisa, berdialog dengan baik. Dan mungkin itu bisa jadi, tentunya
bukan cuma untuk, wah ternyata semuanya indah, ya tidak juga gitu ya. Tapi bisa etnografi itu
bisa untuk mengingatkan kita gitu, ada cerita -cerita kecil ini gitu ya, yang bisa memberi
kita wawasan. Mungkin itu ya, kalau gue pikir sebagai etnografer. Tapi kemudian kalau kita
pikir, tentang etnografi terbuka, perbedaannya gimana tuh?
00:24:14 Benjamin Hegarty
Mungkin, apa ya, kalau etnografi terbuka di Bilu, saya tidak pikir sampai situ. Mungkin untuk
etnografi terbuka, bisa bilang kalau mahasiswa, contohnya mulai dari mahasiswa -mahasiswi,
apa saja atau dimana saja, bisa jadi lapangan. Bisa jadi lapangan. Jadi contohnya kalau saya,
apa ya, hari saya berangkat, pulang ke Melbourne, dari Jakarta. Saya di situ, apa ya, waktu
ada, rally. Besar untuk Prabowo dan Jibran. Sebenarnya, menarik sekali. Kalau saya melihat,
00:25:02 Benjamin Hegarty
dari visual, dari poster -poster, yang ada di kota, di ruangan kota, kalau melihat, cara yang,
orang -orang yang pendukung, yang mendukung, kumpul -kumpul gitu, mereka naik bis -bis. Jadi
mungkin, berarti mereka tidak dari jauh -jauh, tapi mereka dari kota atau tidak. Jadi kita
melihat semua hal itu, sebagai salah satu kunci, untuk mengerti dunia sekitarnya, dunia politik.
Yang biasanya hanya dilihat dari perspektif, mungkin politis, atau orang yang berkuasa.
Tapi sebenarnya orang -orang yang masuk dalam, aku penasaran, kenapa orang -orang mau berjam
-jam di stadion gelore yang sangat panas sekali.
00:25:55 Tito Ambyo
Dan itu sebenarnya bisa jadi penelitian juga, bisa nggak Ben? Etnografi, tapi satu hari aja
gitu, cuma beberapa jam di stadion itu, kemudian kita ngobrol sama orang -orang, itu etnografi
bukan?
00:26:09 Benjamin Hegarty
Menurut saya bisa juga, jadi salah satu bagian dari etnografi, tapi mungkin kita butuh data
-data yang lain. Karena akan sedikit terlalu, apa ya, terlalu sedikit. Kalau kita hanya melihat
dan berdiskusi untuk satu hari. Tapi saya tertarik sekali dengan etnografi contohnya yang
melihat peran gambar, peran gambar di media sosial. Contohnya di pemilu. Atau kalau yang saya
pernah melihat, gambar -gambar terkait dengan kriminalitas LGBT. Contohnya. Dan sebenarnya
itu bisa media, tapi bisa melihat dari bentuk membuat dan mencirculasi.
00:26:54 Tito Ambyo
Ya, mencirculasi. Mencirculasi gambar -gambar
00:26:59 Benjamin Hegarty
tersebut. Dengan dampak apa? Kepada siapa? Dalam estetik apa? Jadi sebenarnya etnografi
itu mulai dari deskripsi. Jadi deskripsi yang kita bisa menulis, biasanya menulis, semakin
kaya, semakin bagus. Jadi tidak hanya pakai lapangan melihat, kemudian mendengar, kemudian
bertanyaan, kemudian menulis hasilnya. Tidak seperti itu. Tapi sebenarnya mulai dari pengalaman,
pengalaman tidak hanya di lapangan setempat, gitu. Contohnya di stadion. Tapi juga melihat
di media sosial. Kira -kira suasananya seperti apa? Gambar -gambar seperti apa? Dengan bentuk
apa? Ada yang aku melihat di Jakarta. Aku tidak orang yang ikut sangat mendalam di politik,
di dunia politik. Formal, gitu. Tapi kalau saya melihat di Jakarta, waktu saya di Jakarta,
sangat meradik sekali adalah ada banyak poster gitu, iklan -iklan untuk mungkin Prabowo,
Jibran, yang dibuat dengan AI, gitu. Jadi sedikit melucukan, gitu. Bikin mereka lucu. Dan
itu pertama kali saya melihat itu sangat berbeda. Saya di Indonesia temilu sebelumnya kapan
00:28:26 Benjamin Hegarty
ya? 2014? Saya di Indonesia waktu itu juga. Dan tidak ada seperti itu. Jadi dibentukkan sebagai
apa ya? Karakter gitu dari
00:28:38 Tito Ambyo
Mungkin yang menarik itu ya, kita bisa menulis tentang kenapa sih strategi Prabowo dengan
menjadi gemoy itu sangat populer, gitu ya.
00:28:48 Benjamin Hegarty
Ya, dan gemoy. Gemoy itu juga kosa kata menarik untuk melihat sebagai fenomena politik. Sebenarnya
00:28:55 Tito Ambyo
sangat penting. Ya, jadi mungkin kalau etnografer itu bisa melihat oh, gemoy itu sejarahnya
apa? Siapa yang bilang gemoy? Kemudian bisa meneliti dengan mendalam, gitu. Kenapa orang
Indonesia kok suka sih yang gemoy -gemoy? Ya, dan jadi itu kan kalau misalnya kita etnografer
ya itu sangat menarik ya. Tadi kata kamu Ben apa? Semua hal bisa jadi bahan untuk diteliti gitu
ya. Selama kita punya kemampuan untuk ya dengan kreatif melihat hal -hal yang terjadi di sekitar
kita. Jadi mungkin etnografi itu ya serunya itu ya. Kita bisa mungkin kalau menurut gue sih,
lagi -lagi karena gue juga kan salah satu penelitian gue bukan cuma antropologi tapi data juga
ya data journalism misalnya. Itu kan kita bisa lihat oh Spotify, kita coba hubungi Spotify
terus lihat dimana sih yang dengerin Taylor Swift misalnya di apakah Jakarta Selatan apakah
Jakarta Timur. Kemudian kita misalnya Spotify bisa kasih kita data. Itu jadinya kan kita bisa
ya misalnya membandingkan penggemar Taylor Swift di Jaksel sama Jaktim
00:30:05 Tito Ambyo
mungkin berbeda gitu ya. Jadi mungkin karena kondisi ekonomi yang berbeda, kondisi urban
yang berbeda. Mungkin bahkan kalau menurut gue tuh kayak bisa juga lihat apa sih lagu -lagu
Taylor Swift yang disukai oleh orang Jaksel sama Jaktim gitu ya. Itu mungkin jadi wawasan yang
menarik
00:30:25 Benjamin Hegarty
gitu kan. Ya betul, menarik sekali. Mungkin etnografi selalu kembali lagi kayak jadi yang
sangat apa ya, hal yang sangat penting yang tidak bisa dilupakan. Fenomena sosial. Apa aja
ada di sekitar salah satu fenomena tersebut. Aku juga apa ya baru apa ya baru ingat mungkin banyak
yang lupa. Saya juga baru ingat fenomena Barbie. Dan sebenarnya itu juga menarik banget. Karena
aku juga ke screening di sini, di Melbourne dan aku sadar tidak hanya di sini, di Melbourne ada
orang yang dress up gitu sebagai, termasuk teman -teman aku, termasuk aku gitu. Kita dress
up, kita pergi kita sangat apa ya high tension gitu. Jadi energi di bioskop itu sangat menarik.
Dan saya sadar tidak hanya di Melbourne sini, tapi di Jakarta mungkin di Makassar, mungkin
di banyak tempat ada orang -orang yang kumpul di Jakarta untuk nonton film itu. Dan mungkin
ada yang sangat sinis ya, yang bisa bilang ini dibuat -buatan oleh apa ya white feminism. Atau
mungkin Hollywood industry yang berbentuk seperti ini. Jadi marketing
00:31:50 Benjamin Hegarty
campaign oleh Mattel dan Hollywood sangat -sangat bagus bisa bilang ya. Tapi itu tidak bisa
menjelaskan semua. Tidak bisa menjelaskan kenapa orang -orang say
00:32:06 Benjamin Hegarty
wow itu waktu itu. Jadi menurut saya etnografi itu mulai dari situ. Sedikit naif penasaran.
Kok bisa ya orang -orang seperti ini? Tidak untuk menjudge mereka, tapi untuk mengerti kenapa
orang -orang bisa seperti ini.
00:32:25 Tito Ambyo
Jadi mungkin kesimpulannya etnografi itu cara kita untuk menantang diri kita sendiri juga.
Karena lagi -lagi kita banyak bias. Tapi kemudian kalau kita melakukan etnografi, itu kita
bukan dipaksa melihat atau mengerti komunitas -komunitas di luar kehidupan kita sehari -hari.
Tapi kemudian kita jadi juga, oh ternyata waktu pertama kali mikir tentang Taylor Swift itu
kayak, oh itu kan musik pop lah. Tapi ternyata kalau dilihat oh ternyata banyak juga feminis
-feminis muda di Indonesia yang ternyata menemukan feminisme melalui Taylor Swift. Itu mungkin
jadi etnografi itu bukan cuma untuk penelitian akademis, tapi juga untuk kita jadi lebih membuat
dunia jadi lebih menarik lah.
00:33:16 Benjamin Hegarty
Ya, dan apa ya cuman menarik atau tertarik dengan dunia di sekitar perbedaan di sekitar kita
gitu. Karena sebenarnya ya banyak hal yang sulit dijelaskan. Jadi kita harus, kita bisa melihat
dan punya posisi yang terbuka. Untuk tidak menerima tidak hanya menerima mungkin, tapi mendengar,
pikir, nongkrong gitu, diskusi tentang satu hal yang sebenarnya menarik. Karena manusia
itu menarik. Tidak hanya manusia, tapi manusia itu menarik.
00:33:59 Tito Ambyo
Dan kalau misalnya, apa ya, gue juga baru selesai baca Mushroom at the End of the World Anna Ching
yang dia juga menulis The Art of Noticing. Etnografi itu seperti Art of Noticing. Jadi melatih
kita untuk melihat yang menarik -menarik di sekitar kita gitu.
00:34:21 Benjamin Hegarty
Dan melihat juga menikmati sih, juga hal -hal yang sulit juga terbuka untuk melihat dan apa
ya, mengalami dan menulis. Sebenarnya etnografi itu sangat bagus untuk hal -hal seperti itu.
00:34:42 Tito Ambyo
Mungkin itu ya, etnografi membuat hidup lebih menarik. Membuat hidup lebih indah. Kadang
-kadang ya, tergantung. Membuat hidup lebih stress juga sih.
00:34:52 Benjamin Hegarty
Betul, betul. Tapi ya, menikmati sih sebenarnya, kalau dari saya pribadi.
00:34:58 Tito Ambyo
Terima kasih banyak, Ben, ngobrol -ngobrolnya. Ada yang mau ditambahin lagi atau? Cukup,
saya merasa. Terima kasih banyak. Terima kasih, Ben.
00:35:10 Tito Ambyo
Terima kasih telah mendengarkan episode kedua podcast Jaringan Etnografi Terbuka. Dari
percakapan dengan Ben Hegarty hari ini, ada beberapa hal yang bisa kita pilah dan suguhkan
untuk bahan pemikiran. Pertama, etnografi terbuka lahir dari hasil nongkrong tapi juga dari
kebutuhan untuk membuat etnografi yang lebih inklusif. Etnografi yang bukan hanya milik
akademisi tapi juga dapat dipelajari dan dipraktikan oleh siapa saja yang ingin memahami
dunia di sekitar mereka dengan lebih mendalam. Kedua, keterbukaan dalam etnografi memiliki
beberapa dimensi. Terbuka untuk kritik, terbuka untuk kolaborasi, dan terbuka untuk perubahan.
Ini berarti kita harus berani kembali ke komunitas yang kita teliti, berbagi temuan, dan menerima
masukan dari mereka. Ketiga, kita semua memiliki kewajiban untuk orang -orang dan komunitas
yang kita teliti terutama ketika bekerja dengan komunitas yang marginal atau terpinggirkan.
Mereka telah memberikan waktu, pengetahuan, dan kepercayaan yang harus kita hormati minimal
00:36:22 Tito Ambyo
dengan transparansi dan akuntabilitas. Keempat, etnografi tidak selalu harus memakan waktu
bertahun -tahun. Yang penting adalah kualitas deskripsi dan kedalaman pemahaman, bukan
durasi penelitian. Dan analisis fenomena seperti pemilu atau budaya pop semua bisa menjadi
etnografi yang bermakna. Dan terakhir, etnografi pada dasarnya adalah seni memperhatikan.
Melatih diri untuk melihat keunikan dan peliknya dunia di sekitar kita dengan rasa penasaran
untuk bercerita, tapi dengan berdasarkan pengamatan yang jujur dan bertanggung jawab dan
dengan komitmen untuk terus memperbaiki cara kita berinteraksi dengan komunitas dan juga
dengan dunia pengetahuan. Di episode -episode mendatang, kita akan terus mengeksplorasi
berbagai aspek etnografi terbuka dengan tamu -tamu menarik lainnya. Jangan lupa berlangganan
dan bagikan podcast ini kepada teman -teman yang juga tertarik memahami dunia dengan cara
yang lebih mendalam melalui etnografi. Kalau mau tahu lebih banyak tentang Ben, kamu bisa
ke website
00:37:31 Tito Ambyo
-nya di www .benjaminhagerty h -e -g -a -r -t -y dan kamu juga bisa unduh bukunya gratis di website
itu. Untuk tahu lebih banyak tentang jaringan etnografi terbuka, kunjungi website kami di
etnografiterbuka .org Terima kasih sekali lagi untuk keluarga JET atau jaringan etnografi
terbuka, terutama Anissa Beta, Ben Hagerty, Fikri Haidar, Eni Pujiutami dan juga kamu sebagai
pendengar. Saya Tito Ambyo untuk podcast jaringan etnografi terbuka. Sampai jumpa di episode
selanjutnya dan ingat etnografi bisa membuat dunia yang lebih indah, lebih menarik dan penuh
dengan cerita yang menunggu untuk kita pahami, bukan kita hakimi.